Sabtu, Februari 09, 2008

Menikah dengan Auditor

Pernah sekali kubayangkan, apa jadinya kalau aku menikahi seorang Auditris (kalo cowo, auditor ... Heheheh ... Maksa). Kayaknya gak enaklah. Barangkali aku bakal nulis gini di kolom curhat:

Saya menikahi wanita yang memiliki karir profesional: AKUNTAN PUBLIK. Ya, dia adalah seorang auditor. Dan coba tebak apa yang dilakukannya ...

1. Dia menyuruhku untuk menggunakan metode LIFO saat mengambil makanan yang disimpan di kulkas. Aduh ...

2. Dia menganggapku tidak berbakat dalam bermain dengan angka. Aku sih no problem, makanya dia yang mengurus anggaran rumah tangga. Eh, tiap akhir bulan dia bikin invoice tagihan profesional fee sama aku. Waktu kubilang kalau aku ini suaminya, bukan kliennya, dia malah minta advance payment.

3. Aku heran kenapa pengeluaran terus meningkat steadily, sehingga suatu hari, aku mengintip kertas-kertas yang ada di ordner berlabel "Current File". Tak heran! Dia rupanya men charge mileage (jarak) dan overtime ke dalam anggaran rumah tangga. Dia juga menagihkan Out of Pocket Expense ke dalamnya. Dia gila, dan aku udah bilang itu ke dia. Eh, dia malah bilang, "Ya enggaklah sayang, aku kan auditor ..."

4. Setiap lembar kertas di rumah dicopy dan difilekan. Alasan dia, ada peraturan yang mengharuskan dia memaintain copy hasil kerjanya selama 10 tahun. Aku sungguh-sungguh khawatir ...

5. Dia bilang kalau dia cinta aku, dan aku bilang kalau aku cinta dia juga. Tapi tetap aja, dia tidak pernah percaya. Katanya, ada kemungkinan terjadi mis-statement. Dan dia memintaku membuat Representation Letter mengenai masalah ini ... Duhhh

6. Tahun lalu laporan keuangan rumah kami mendapatkan opini Qualified karena aku gak menyimpan supporting document atas expensesku.

7. Awalnya aku heran, kenapa setiap akhir tahun selalu berdatangan surat-surat dari seluruh famili, kolega, termasuk warung di depan rumah. Ternyata, istriku mengirimi Confirmation Letter kepada mereka semua. Waktu aku protes, dia bilang, konfirmasi dari pihak eksternal lebih realible. Cape deh ...

8. Waktu istriku masak, dia sering tidak mengikuti resep. Bila resep bilang, tambahkan setengah sendok garam, atau satu sendok teh gula, atau setengah gelas air, dia selalu tidak peduli. Dia bilang kalau itu tidak material bila dibandingkan dengan seluruh menu yang disiapkan.

9. Aku bilang, dia itu gila. Tapi anehnya, semua orang bilang kalau dia auditor. Di kamus, ternyata kata "auditor" bukan sinonim untuk kata "gila". Pasti kamusnya ketinggalan zaman.

10. Waktu kami menikah, dia memberikan Engagement Letter padaku. Awalnya aku bilang, "Oh, makasih ya sayang ..." Ternyata setiap tahun dia memberikan surat yang sama. Katanya, standarnya mengharuskan dia melakukan itu bila ada indikasi kalau aku keliru memahami tujuan dan scope dari Engagement.
Dia juga bilang, aku tidak bisa pisah dari dia begitu saja. Dia punya hak untuk didengar sebelum aku menunjuk orang lain. Dan dia juga menegaskan bila aku menunjuk orang lain menggantikan dia, maka harus ada komunikasi antara dia dan penggantinya, agar dia bisa menyampaikan keberatan profesionalnya. Mati kita ...

11. Phew ... Kadang kala, aku berpikir, kalau dia membahayakan going concernnya pernikahan ini. Duh ... Kok aku jadi kebawa-bawa dia ...

12. Ku kira pernikahanku ini sudah cukup gila, tapi ternyata ada temanku yang juga kawin dengan akuntan, punya cerita yang lebih parah. Istrinya mengkapitalisasi biaya pernikahan sebagai Preliminary Expenses, dan mengamortisasinya setiap tahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum berumah tangga, juga dikapitalisasi sebagai biaya pra-pernikahan. Juga, waktu yang dihabiskannya selama pacaran sebelum menikah sedang dalam proses valuasi, untuk dimasukkan sebagai intangible assets.

Teman-teman, berpikirlah dua kali sebelum menikahi auditor. Kalau kau sudah berpikir dua kali dan tetap memutuskan untuk menikahinya, pikirkan dua kali lagi. Kau harus mempertimbangkan besar risk sebelum memulai engagement. Duh ... Aku ternyata sudah gila.

Aku, seorang auditee seumur hidup.

Hahahaha ... Aku masih sering ketawa-ketawa waktu mbaca tulisan diatas. Gila, bisa juga aku kreatip, bikin tulisan kayak diatas. Walaupun ujung-ujungnya tidak diakui orang lain, sebagai penulisnya. Hahaahahahaa ...

Tue, 30 Oct 2007 10:21:56 +0700 (ICT)

Hari itu, aku mengirim email tentang auditor (tuh, yang diatas) kepada kawan-kawan. Kurang lebih ada 40 orang yang kukirim email humor tersebut, dan efeknya luar biasa. Membuktikan betapa cepat informasi menyebar di internet.

Gila, dalam waktu 2 jam, email yang sama sudah dikirim kembali ke email kantor kami. Waw, pikirku ... Cepat kali nyebar ... Membuktikan bahwa seorang Bong itu selebritis. Atau pengamat ekonomi terpercaya setara Alan Greenspan. Tulisannya cepat beredar, menyebar kemana-mana. Hahahhaa ... Padahal tulisanku aneh.

Nyoba googling, ternyata tulisan ku itu udah dicopy paste tanpa izin oleh 485 situs. Hahahaha .... Harus kucatat dalam my-personal-hall-of-fame.



Bukan hanya dicopy paste oleh ratusan situs, menyebar ke ratusan mailing list, tulisan abal-abal ku itu juga dikutip salah satu tabloid akuntansi ternama, tanpa bayar royalti. Huhuhuu ... Kan harusnya dikasi, lumayan, buat beli indomie. :P

edited Aku mau buat confession. Sebenarnya humor di atas bukan pure ideku. Hehehehe ... Aku menterjemahkan dari satu artikelnya mas nofie iman

So, all credit must go to him. Aku cuma menyempurnakannya. Hahahhahaa ... Plagiator ...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pernah sekali kubayangkan, apa jadinya kalau aku menikahi seorang Auditris (kalo cowo, auditor ... Heheheh ... Maksa). Kayaknya gak enaklah.

terbayang nehh??? kalo ada yg ngerasa pasati dah tersenyum malu malu ga menentu plus salah tingkah trus bisa jadi salah posting. hahaha

Auditris?? mending ama Artis sekalian. kebayang dengan kesibukan wanita dewasa ini. Para lelaki berada di urutan kedua setelah `saya`.
hahahahaha