Selasa, Februari 12, 2008

Gaji di KAP

Temen : "Hei Bong mai men, cas dulu! Okeh ...! Apa kabar kau ... Kerja dimana sekarang?"
Bong : "Auditor"
Temen : "Wah, banyak duit lah ya"
Bong : .....

CaMer : "Sudah kerja? Kerja dimana, nak?"
Bong : "Kantor Akuntan Publik"
CaMer : "Wah, auditor ya ..." (sambil mikir, pasti banyak uangnya. Suruh cepat kimpoi, ah)
Bong : .....

Bong : "Kak, minjem duit donk. Habis udah gajiku bulan ini."
tur_satu : "Loh, tapi auditor. Kan besar gajinya ..."
Bong : .....

Ntah-siapa-gak-kenal-jumpa-di-jalan : "Bapak pasti auditor. Pinjem uangnya donk, pak. Kan auditor banyak uangnya ..."
*pak puk pak puk*
Ntah-siapa-gak-kenal-jumpa-di-jalan : "Apa salah saya! Apa salah saya ...." (menahan sakit karena dipukulin si Bong yang kesal)

Ini gak tau siapa yang mulai nyebarin issue tidak benar ini ...
Namun, selalu profesi auditor itu dianggap punya uang banyak, gajinya udah dua digit (dibelakang koma), necis, deposito banyak sampe jadi deposan inti di bank, kalo belanja tinggal gesek doang, dll ...

Huhhh ... Saya nyatakan kalo ini tidak benar! Saya bersedia menjadi saksi di pengadilan. Silahkan bapak-bapak wartawan melakukan investigasi sendiri! Saya berani pasang badan kalo klien saya ini tidak bersalah. Lihat aja sosoknya, bapak hakim! Babi pink imut-imut gak pake celana. Mana ada tampang punya banyak uangnya! (ntar pengacara aku kusuruh bilang gini di pengadilan siapa tau ada yang nuntut aku karena pernyataan aku)

Tidak semua KAP mampu memberikan gaji yang tinggi. Terutama KAP-KAP kecil, yang tangkapannya masih ikan teri, umumnya cuma bisa menggaji auditornya dengan nominal kecil. Atau KAP non-big-four tempat kerja aku ini, yang .... alah, gitu deh ....

Kadang miris sih, melihat list daftar gaji karyawan klien sendiri yang gajinya melebihi gaji auditor yang mengaudit. Atau pengalaman sendiri, melakukan cash opname di Bank, menghitung duit senilai Rp. 103.889.759.884, lalu membayang-bayangkan, "kapan yah ... punya duit segini ..."

*itung-itung ... itung-itung* Wah men, butuh waktu 5 Millenium bagiku untuk mengumpulkan nominal segitu kalo cuma mengandalkan incomeku sekarang. Itupun asumsinya, gak makan-makan ya ... Enggak kongkow, enggak pacaran, enggak jalan-jalan .. Huaaa, tak mau ...

Atau pengalaman di klien ku sekarang, yang bikin makin miris.
Kalo diriku dikali empat ...
Lalu dijumlahin gaji kami ...
Masih kalah ama gaji supir yang nganterin tiap pagi ke klien ... *menarik nafas dalam ... *

Yah, kalau kata bapakku, kalau kamu merasa income-mu tidak sebanding dengan pekerjaan dan prestasimu sekarang, masuk ke ruangan bos-mu, and ask for a raise. Kalau dia tidak mengabulkannya, ucapkan terima kasih, dan selamat tinggal ... find a better job.

Be patience dad, i will. I will ...

edited - Nulis diatas, jadi teringat sama cerita ini.

Saat ‘ngrumpi’ di luar tugas antara orang Indonesia dan orang Eropa yang sama-sama berprofesi sebagai auditor, saling menanya perihal penghasilan masing-masing.

“Berapa gaji anda dan untuk apa saja uang sejumlah itu?,” tanya orang Indonesia mengawali pembicaraan.

Orang Eropa menjawab, “Gaji saya 3.000 Euro, 1.000 euro untuk tempat tinggal, 1.000 Euro untuk makan, 500 Euro untuk hiburan."

”Lalu sisa 500 Euro untuk apa?” tanya orang Indonesia.

Orang Eropa menjawab secara ketus, "Oh ... uang yang lebih itu urusan saya, Anda tidak perlu bertanya!"

Kemudian orang Eropa balik bertanya, “Kalau penghasilan anda sebagai auditor?”

"Gaji saya Rp 1,500 ribu, Rp500 ribu untuk makan, Rp500 ribu untuk transport, Rp500 ribu untuk pacaran, Rp200 ribu, bayar premi asuransi, ... Rp300 ribu untuk cicilan Ninja, ....".

Saat orang Indonesia ‘nrocos’ menjelaskan, orang Eropa menyetop penjelasan itu dan langsung bertanya.

"Uang itu jumlahnya sudah melampui gaji anda. Sisanya dari mana?," kata orang Eropa itu keheranan.

Kemudian, orang Indonesia itu menjawab dengan enteng,"Begini Mister, uang yang kurang, itu urusan saya, anda tidak berhak bertanya-tanya.”

Hehehee ... Cerita diatas tidak menunjukkan siapa diriku, lo. Tidak akan kujual independensiku untuk uang ... Kecuali uangnya satu koper. Trus kopernya diikat pita pink. Kenapa pita pink? Tauk deh, imut aja rasanya.

edited - Oh ya, jangan lupa kopernya ditempel label "Halal", yah ...

3 komentar:

David mengatakan...

Bong, jangan suka B(o)ong supaya tidak dikira som-bong, dan jangan lupa ikut gem-bong yang bong-sor dan memiliki suara bong-or.
Sering tambah cerita kehidupanmu yang baru ya Bong!

Anonim mengatakan...

setuju.....selama menjadi auditor kita selalu teraniaya.....jdinya uditor teraniaya...tp untung skrg uda out....hehehe

David mengatakan...

out jadi manajer khan??